Minggu, 06 Juli 2014

Masalah Pengajaran dan Masalah Pengelolaan Kelas

Dalam menangani tugasnya, guru-guru sering menghadapi permasalahan dengan kegiatan-kegiatan di dalam kelasnva. Permasalahan ini meliputi dua jenis juga, yaitu yang menyangkut pengajaran dan yang menyangkut pengelolaan kelas. Guru-guru harus mampu membedakan kedua permasalahan itu dan menemukan pemecahannya secara te­pat. Amat sering terjadi guru-guru menangani masalah yang bersifat pengajaran dengan pemecahan yang bersifat pengelolaan, dan sebaliknya. Misalnya, seorang guru berusaha membuat penyajian pelajaran lebih menarik agar siswa yang sering tidak masuk menjadi lebih tertarik untuk menehadiri pelajaran itu. padahal siswa tersebut tidak senang berada di kelas itu karena dia merasa tidak diterima oleh kawan-kawannya.
Pemecahan seperti ini tentu saja tidak tepat. “membuat pelajaran lebih menarik" adalah permasalahan pengajaran, sedangkan "diterima atau tidak diterima oleh kawan" adalah permasalahan pengelolaan. Masalah pengajaran harus ditangani dengan pemecahan yang bersifat peng­ajaran, dan masalah pengelolaan harus ditangani dengan pemecahan yang bersifat pe­ngelolaan.
Untuk dapat menangani masalah-masalah pengelolaan kelas secara efektif guru harus mampu :
  1. Mengenali secara tepat berbagai jenis masalah pengelolaan kelas baik yang ber­sifat perorangan maupun kelompok.
  2. Memahami pendekatan mana yang cocok dan tidak cocok untuk jenis masalah tertentu.
  3. Memilih dan menetapkan pendekatan yang paling tepat untuk memecahkan ma­salah yang dimaksud.
Ada dua jenis masalah pengelolaan kelas. yaitu yang bersifat perorangan dan yang ber­sifat kelompok. Disadari bahwa masalah perorangan dan masalah kelompok sering kali menyatu dan amat sukar dipisahkan yang satu dari yang lain. Namun demikian, pembe­daan antara kedua jenis masalah itu akan bermanfaat, terutama apabila guru ingin me­ngenali dan menangani permasalahan yang ada dalam kelas yang menjadi tanggung jawabnya.

Masalah Perorangan (Masalah Individual)
Penggolongan masalah perorangan ini didasarkan atas anggapan dasar bahwa tingkah laku manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Setiap individu memiliki ke­butuhan dasar untuk memiliki dan untuk merasa dirinya berguna. Jika seorang individu gagal mengembangkan rasa memiliki dan rasa dirinya berharga maka dia akan bertingkah laku menyimpang. Ada empat jenis penyimpangan tingkah laku, Yaitu tingkah laku menarik perhatian orang lain, mencari kekuasaan, menuntut balas, dan memperlihatkan  ketidakmampuan. Keempat tingkah laku ini diurutkan makin lama makin berat. Misalnya, seorang anak yang gagal menarik perhatian orang lain boleh jadi menjadi anak yang mengejar kekuasaan.
Seorang siswa yang gagal menemukan kedudukan dirinya secara wajar dalam suasana hubungan sosial yang saling menerima biasanya (secara aktif ataupun pasif) bertingkah laku mencari perhatian orang lain. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang aktif dapat dijumpai pada anak-anak yang suka pamer, melawak (memperolokkan), membikin onar, memperlihatkan kenakalan, terus-menerus bertanya, tukang rewel. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang pasif dapat dijumpai pada anak-anak malas atau anak-anak yang terus menerus meminta bantuan orang lain. 
Tingkah laku mencari kekuasaan sama dengan pencari perhatian yang destruktif, tetapi lebih mendalam. Pencari kekuasaan yang pasif, tampak pada anak-anak yang amat menonjolkan kemalasannya sehingga tidak melakukan apa-apa sama sekali. Anak-anak seperti ini amat pelupa, keras kepala, dan secara pasif memperlihatkan ketidak patuhan. 
Siswa yang menuntut balas mengalami frustrasi yang amat dalam dan tidak me­nyadari bahwa dia sebenarnya mencari sukses dengan jalan menyakiti orang lain. Kega­nasan, penyerangan secara fisik (mencakar, menggigit, menendang) terhadap sesama siswa, petugas atau penguasa, ataupun terhadap binatang sering dilakukan anak-anak ini. Anak-anak seperti ini akan merasa sakit kalau dikalahkan, dan mereka bukan pe­main-pemain yang baik (misalnya dalam pertandingan). Anak-anak yang suka menun­tut balas ini biasanya lebih suka bertindak secara aktif daripada pasif. Anak-anak Penun­tut balas yang aktif sering dikenal sebagai anak-anak yang ganas dan kejam, sedang yang pasif dikenal sebagai anak-anak pencemberut dan tidak patuh (suka menentang).
Siswa yang memperlihatkan ketidak mampuan pada dasarnya merasa amat tidak mampu berusaha mencari sesuatu yang dikehendakinya (yaitu rasa memiliki) dan bersi­kap menyerah terhadap tantangan yang menghadangnya; bahkan siswa ini menganggap bahwa yang ada di hadapannya hanyalah kegagalan yang terus menerus. Perasaan tanpa harapan dan tidak tertolong lagi ini biasanya diikuti dengan tingkah laku mengundur­kan atau memencilkan diri. Sikap yang memperlihatkan ketidakmampuan ini selalu ber­bentuk pasif.
Ada empat teknik sederhana untuk mengenali adanya masalah-masalah perorangan seperti diuraikan di atas pada diri para siswa
  1. Jika guru merasa terganggu (atau bosan) dengan tingkah laku seorang siswa, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari perhatian.
  2. Jika guru merasa terancam (atau merasa dikalahkan), hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersang­kutan mungkin mengalami masalah mencari kekuasaan.
  3. Jika guru merasa amat  disakiti, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah menuntut balas.
  4. Jika guru merasa tidak mampu menolong lagi hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah ketidakmampuan . Ditekankan,  guru hendaknya benar-benar mampu mengenali dan memahami secara tepat arah tingkah laku siswa-siswa yang dimaksud (apakah tingkah laku siswa itu mengarah ke mencari perhatian, mencari kekuasaan, menuntut balas, atau memperlihatkan ketidak-mampuan) agar guru itu mampu menangani masalah sis­wa secara tepat pula.

Masalah Kelompok
                                                      
Dikenal adanya tujuh masalah kelompok dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas:
(1) Kekurang-kompakan,
(2) Kekurang-mampuan mengikuti peraturan kelompok,
(3) Reaksi negatif terhadap sesama anggota kelompok,
(4) Penerimaan kelas (kelompok) atas tingkah laku yang menyimpang.
(5) Kegiatan anggota atau kelompok yang menyimpang dari ketentuan yang telah di­tetapkan, berhenti melakukan kegiatan, atau hanya meniru-niru kegiatan orang (anggota) lainnya saja,
(6) Ketiadaan semangat, tidak mau bekerja, dan tingkah laku agresif atau protes,
(7) Ketidak-mampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan.

  1. Kekurang-kompakan kelompok ditandai dengan adanya kekurang-cocokan (konflik) di antara para anggota kelompok. Konflik antara siswa-siswa  dari kelompok yang ber­jenis kelamin atau bersuku berbeda termasuk ke dalam kategori kekurang-kompakan ini. Dapat dibayangkan bahwa kelas yang siswa-siswa tidak kompak akan beriklim tidak sehat yang diwarnai oleh adanya konflik, ketegangan, dan kekerasan. Siswa-siswa di kelas seperti ini akan merasa tidak senang dengan kelompok kelasnya sehingga mereka tidak merasa, tertarik dengan kelas yang mereka duduki itu. Para siswa tidak saling bantu membantu.
  2. Jika suasana kelas menunjukkan bahwa siswa-siswa tidak mematuhi aturan-aturan kelas yang telah ditetapkan, maka masalah yang kedua muncul, yaitu kekurang-mampuan mengikuti peraturan kelompok. Contoh-Contoh masalah ini ialah berisik; bertingkah laku mengganggu padahal pada waktu itu semua siswa diminta tenang; berbicara keras-keras atau mengganggu kawan padahal waktu itu semua siswa diminta tenang bekerja di tempat duduknya masing-masing; dorong-mendorong atau menyela waktu antri di kafetaria, dan lain-lain.
  3. Reaksi negatif terhadap anggota kelompok terjadi apabila ekspresi yang bersifat kasar dilontarkan terhadap anggota kelompok yang tidak diterima oleh kelompok itu, anggota kelompok yang menyimpang dari aturan kelompok, atau anggota kelompok yang menghambat kegiatan kelompok. Anggota kelompok dianggap "menyimpang" ini kemudian "dipaksa" oleh kelompok itu untuk mengikuti kemauan kelompok.
  4. Penerimaan kelompok (kelas) atas tingkahlaku yang menyimpang terjadi apabila kelompok itu mendorong timbulnya dan mendukung anggota kelompok yang berting­kah laku menyimpang dari norma-norma sosial pada umumnya. Contoh yang amat umum ialah perbuatan memperolok-olokan (memperlawakkan), misalnya membuat gambar-gam­bar yang "lucu" tentang guru. Jika hal ini terjadi maka masalah kelompok dan masalah perorangan telah berkembang, dan masalah kelompok kelihatannya lebih perlu menda­pat perhatian.
  5. Masalah kelompok anak timbul bila kelompok itu mudah terganggu dalam kelancaran kegiatannya. Dalam hal ini kelompok itu mereaksi secara berlebihan terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak berarti atau bahkan memanfaatkan hal kecil untuk meng­ganggu kelancaran kegiatan kelompok itu. Contoh yang sering terjadi ialah para siswa menolak untuk melakukan karena mereka beranggapan guru tidak adil. Jika hal ini ter­jadi, maka suasana diwarnai oleh ketidaktentuan dan kekhawatiran.
  6. Masalah kelompok yang paling rumit ialah apabila kelompok itu melakukan protes dan tidak mau melakukan kegiatan, baik hal itu dinyatakan secara terbuka maupun ter­selubung. Permintaan penjelasan yang terus menerus tentang sesuatu tugas, kehilangan pensil, lupa mengerjakan tugas rumah atau tugas itu tertinggal di rumah, tidak dapat mengerjakan tugas karena gangguan keadaan tertentu, dan lain-lain, merupakan contoh-­contoh protes atau keengganan bekerja. Pada umumnya protes dan keengganan seperti itu disampaikan secara terselubung dan penyampaian secara terbuka biasanya jarang ter­jadi.
  7. Ketidak-mampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan terjadi apabila kelompok (kelas) mereaksi secara tidak wajar terhadap peraturan baru atau perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok, perubahan peraturan. pengertian keanggotaan kelom­pok, perubahan jadwal kegiatan, pergantian guru, dan lain-lain. Apabila hal itu terjadi sebenarnya para siswa (anggota kelompok) sedang mereaksi terhadap suatu ketegangan tertentu; mereka menganggap perubahan yang terjadi itu sebagai ancaman terhadap ke­utuhan kelompok. Contoh yang paling sering terjadi ialah tingkah laku yang tidak sedap para siswa terhadap guru pengganti, padahal biasanya kelas itu adalah kelas yang baik.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentarnya dulu sebelum ditutup ya