Penilaian autentik adalah suatu istilah/terminologi yang
diciptakan untuk menjelaskan berbagai metode penilaian alternatif yang
memungkinkan siswa dapat mendemonstrasikan kemampuannya dalam menyelesaikan
tugas-tugas dan menyelesaikan masalah. Sekaligus, mengekspresikan pengetahuan
dan keterampilannya dengan cara mensimulasikan situasi yang dapat ditemui di
dalam dunia nyata di luar lingkungan sekolah (Hymes, 1991). Dalam hal ini
adalah simulasi yang dapat mengekspresikan prestasi (performance) siswa yang ditemui di dalam praktik dunia nyata.
Dalam American Library
Association, penilaian autentik didefinisikan sebagai proses evaluasi
untuk mengukur kinerja, prestasi, motivasi, dan sikap-sikap peserta didik
pada aktivitas yang relevan dalam pembelajaran. Dalam Newton Public School, penilaian autentik
diartikan sebagai penilaian atas produk dan kinerja yang berhubungan dengan pengalaman
kehidupan nyata peserta didik. Wiggins
(1993) mendefinisikan penilaian autentik sebagai upaya pemberian tugas kepada
peserta didik yang mencerminkan prioritas dan tantangan yang ditemukan dalam
aktivitas-aktivitas pembelajaran, seperti meneliti, menulis, merevisi dan
membahas artikel, memberikan analisis moral
terhadap peristiwa, berkolaborasi dengan antar sesama melalui debat, dan sebagainya.
Penilaian autentik ada kalanya
disebut penilaian responsif, suatu metode yang sangat populer untuk menilai
proses dan hasil belajar peserta didik yang miliki ciri-ciri khusus, mulai dari
mereka yang mengalami kelainan tertentu, memiliki bakat dan minat khusus,
hingga yang jenius. Penilaian autentik dapat juga diterapkan dalam bidang ilmu
tertentu seperti seni atau ilmu pengetahuan pada umumnya, dengan orientasi
utamanya pada proses atau hasil pembelajaran.
Penilaian autentik sering dikontradiksikan dengan penilaian yang
menggunakan standar tes berbasis norma, pilihan ganda, benar–salah,
menjodohkan, atau membuat jawaban singkat. Tentu saja, pola penilaian seperti
ini tidak diantikan dalam proses pembelajara, karena memang bisa digunakan dan
memperoleh legitimasi secara akademik.
Penilaian autentik dapat dibuat oleh guru sendiri, guru secara
tim, atau guru bekerja sama dengan peserta didik. Dalam penilaian autentik,
seringkali pelibatan siswa sangat penting. Asumsinya, peserta didik dapat
melakukan aktivitas belajar lebih baik ketika mereka tahu bagaimana akan
dinilai. Peserta didik diminta untuk merefleksikan dan mengevaluasi kinerja
mereka sendiri dalam rangka meningkatkan pemahaman yang lebih dalam tentang
tujuan pembelajaran serta mendorong kemampuan belajar yang lebih tinggi. Pada penilaian
autentik guru menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan,
kajian keilmuan, dan pengalaman yang diperoleh dari luar sekolah.
Penilaian autentik mencoba menggabungkan kegiatan guru mengajar,
kegiatan siswa belajar, motivasi dan keterlibatan peserta didik, serta
keterampilan belajar. Karena penilaian itu merupakan bagian dari proses
pembelajaran, guru dan peserta didik berbagi pemahaman tentang kriteria
kinerja. Dalam beberapa kasus, peserta didik bahkan berkontribusi untuk
mendefinisikan harapan atas tugas-tugas yang harus mereka lakukan.
Penilaian autentik sering digambarkan sebagai penilaian atas
perkembangan peserta didik karena berfokus pada kemampuan mereka berkembang
untuk belajar bagaimana belajar tentang subjek. Penilaian autentik harus mampu
menggambarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang sudah atau belum
dimiliki oleh peserta didik, bagaimana mereka menerapkan pengetahuannya, dalam
hal apa mereka sudah atau belum mampu menerapkan perolehan belajar, dan
sebagainya. Atas dasar itu, guru dapat mengidentifikasi materi apa yang sudah layak
dilanjutkan dan untuk materi apa pula kegiatan remedial harus dilakukan.
Penilaian Autentik dan Belajar
Autentik
Menurut Ormiston, belajar autentik mencerminkan tugas dan
pemecahan masalah yang dilakukan oleh peserta didik dikaitkan dengan realitas
di luar sekolah atau kehidupan pada umumnya. Penilaian semacam ini cenderung
berfokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual bagi peserta didik, yang
memungkinkan mereka secara nyata menunjukkan kompetensi atau keterampilan yang
dimilikinya. Contoh penilaian autentik antara lain keterampilan kerja,
kemampuan mengaplikasikan atau menunjukkan perolehan pengetahuan tertentu,
simulasi dan bermain peran, portofolio, memilih kegiatan yang strategis, serta
memamerkan dan menampilkan sesuatu.
Penilaian autentik terdiri dari berbagai teknik penilaian. Pertama, pengukuran langsung
keterampilan peserta didik yang berhubungan dengan hasil jangka panjang
pendidikan seperti kesuksesan di tempat kerja. Kedua, penilaian atas tugas-tugas yang memerlukan keterlibatan yang
luas dan kinerja yang kompleks. Ketiga,
analisis proses yang digunakan untuk menghasilkan respon peserta didik atas
perolehan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang ada.
Dengan demikian, penilaian autentik akan bermakna bagi guru untuk
menentukan cara-cara terbaik agar semua siswa dapat mencapai hasil akhir, meski
dengan satuan waktu yang berbeda. Konstruksi sikap, keterampilan, dan
pengetahuan dicapai melalui penyelesaian tugas di mana peserta didik telah
memainkan peran aktif dan kreatif. Keterlibatan peserta didik dalam
melaksanakan tugas sangat bermakna bagi perkembangan pribadi mereka.
Dalam pembelajaran autentik, peserta didik diminta mengumpulkan
informasi dengan pendekatan saintifik,
memahami aneka fenomena atau gejala dan hubungannya satu sama lain secara
mendalam, serta mengaitkan apa yang dipelajari dengan dunia nyata yang luar
sekolah. Di sini, guru dan peserta didik
memiliki tanggung jawab atas apa yang terjadi. Peserta didik pun tahu apa yang
mereka ingin pelajari, memiliki parameter waktu yang fleksibel, dan
bertanggungjawab untuk tetap pada tugas. Penilaian autentik pun mendorong
peserta didik mengonstruksi, mengorganisasikan, menganalisis, mensintesis,
menafsirkan, menjelaskan, dan mengevaluasi informasi untuk kemudian mengubahnya
menjadi pengetahuan baru.
Penilaian autentik memandang penilaian dan pembelajaran adalah
merupakan dua hal yang saling berkaitan. Penilaian autentik harus mencerminkan
masalah dunia nyata. Menggunakan berbagai cara dan kriteria holistik
(kompetensi utuh merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap). Berikut
contoh-contoh tugas autentik: pemecahan masalah matematika, melaksanakan
percobaan, bercerita, menulis laporan, berpidato, membaca puisi, dan membuat
peta perjalanan.
Sejalan dengan deskripsi di atas,
pada pembelajaran autentik, guru harus menjadi “guru autentik.” Peran guru
bukan hanya pada proses pembelajaran, melainkan juga pada penilaian. Untuk bisa
melaksanakan pembelajaran autentik, guru harus memenuhi kriteria tertentu
seperti disajikan berikut ini.
- Mengetahui bagaimana menilai kekuatan dan kelemahan peserta didik serta desain pembelajaran.
- Mengetahui bagaimana cara membimbing peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan mereka sebelumnya dengan cara mengajukan pertanyaan dan menyediakan sumberdaya memadai bagi peserta didik untuk melakukan akuisisi pengetahuan.
- Menjadi pengasuh proses pembelajaran, melihat informasi baru, dan mengasimilasikan pemahaman peserta didik.
- Menjadi kreatif tentang bagaimana proses belajar peserta didik dapat diperluas dengan menimba pengalaman dari dunia di luar tembok sekolah.
Jenis-jenis Penilaian Autentik
Dalam rangka melaksanakan penilaian autentik
yang baik, guru harus memahami secara jelas tujuan yang ingin dicapai. Untuk
itu, guru harus bertanya pada diri sendiri, khususnya berkaitan dengan: (1)
sikap, pengetahuan dan keterampilan apa yang akan dinilai; (2) fokus
penilaian akan dilakukan, misalnya, berkaitan dengan sikap, pengetahuan dan keterampilan; dan (3) tingkat pengetahuan apa
yang akan dinilai, seperti penalaran,
memori, atau proses.
1. Penilaian Sikap
Contoh muatan KI-1 (sikap spiritual)
antara lain: ketaatan beribadah, berperilaku syukur, berdoa sebelum dan sesudah
melakukan kegiatan, toleransi dalam beribadah.
Contoh muatan KI-2 (sikap sosial) antara lain: jujur, disiplin, tanggung
jawab, santun, peduli, percaya diri, bisa ditambahkan lagi sikap-sikap yang
lain sesuai kompetensi dalam pembelajaran, misal : kerja sama, ketelitian,
ketekunan, dll. Penilaian apek sikap dilakukan melalui observasi, penilaian diri,
penilaian antarteman, dan jurnal. Penilaian sikap ini bukan
merupakan penilaian yang terpisah dan berdiri sendiri, namun merupakan
penilaian yang pelaksanaannya terintegrasi dengan penilaian pengetahuan dan keterampilan,
sehingga bersifat autentik (mengacu kepada pemahaman bahwa pengembangan dan
penilaian KI 1 dan KI 2 dititipkan melalui kegiatan yang didesain untuk
mencapai KI 3 dan KI 4).
2. Penilaian Pengetahuan
Aspek pengetahuan dapat dinilai dengan cara berikut
ini.
1) Tes tulis
Meski konsepsi penilaian autentik muncul dari
ketidakpuasan terhadap tes tertulis yang lazim dilaksanakan pada era
sebelumnya, penilaian tertulis atas hasil pembelajaran tetap bisa dilakukan.
Tes tertulis terdiri dari memilih atau mensuplai jawaban dan uraian. Memilih
jawaban dan mensuplai jawaban. Memilih jawaban terdiri dari pilihan ganda, pilihan benar-salah,
ya-tidak, menjodohkan, dan sebab-akibat. Mensuplai jawaban terdiri dari isian
atau melengkapi, jawaban singkat atau pendek, dan uraian.
Tes tertulis berbentuk uraian atau esai
menuntut peserta didik mampu mengingat, memahami, mengorganisasikan,
menerapkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, dan sebagainya atas materi
yang sudah dipelajari. Tes tertulis berbentuk uraian sebisa mungkin bersifat
komprehentif, sehingga mampu menggambarkan ranah sikap, keterampilan, dan
pengetahuan peserta didik.
Pada tes tertulis berbentuk esai, peserta
didik berkesempatan memberikan jawabannya sendiri yang berbeda dengan
teman-temannya, namun tetap terbuka memperoleh nilai yang sama.
2)
Tes Lisan
Tes lisan berupa pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru secara
ucap (oral) sehingga peserta didik merespon pertanyaan tersebut secara ucap juga, sehingga menimbulkan
keberanian. Jawaban dapat berupa kata, frase, kalimat maupun paragraf yang
diucapkan.
3)
Penugasan
Penugasan adalah penilaian yang
dilakukan oleh pendidik yang dapat berupa pekerjaan rumah baik secara individu
ataupun kelompok sesuai dengan karakteristik tugasnya.
3. Penilaian Keterampilan
Aspek
keterampilan dapat dinilai dengan cara berikut:
1)
Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah suatu penilaian yang meminta siswa untuk
melakukan suatu tugas pada situasi yang sesungguhnya yang mengaplikasikan
pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkan. Misalnya tugas memainkan alat musik, menggunakan mikroskop,
menyanyi, bermain peran, menari.
Penilaian
autentik sebisa mungkin melibatkan partisipasi peserta didik, khususnya dalam
proses dan aspek-aspek yangg akan dinilai. Guru dapat melakukannya dengan
meminta para peserta didik menyebutkan unsur-unsur proyek/tugas yang akan
mereka gunakan untuk menentukan kriteria penyelesaiannya. Dengan menggunakan
informasi ini, guru dapat memberikan umpan balik terhadap kinerja peserta didik
baik dalam bentuk laporan naratif maupun
laporan kelas.
Ada beberapa cara berbeda untuk merekam hasil penilaian berbasis
kinerja, antara lain sebagai berikut.
- Daftar cek (checklist). Digunakan untuk mengetahui muncul atau tidaknya
unsur-unsur tertentu dari indikator atau subindikator yang harus muncul dalam
sebuah peristiwa atau tindakan.
- Catatan anekdot/narasi (anecdotal/narative records). Digunakan dengan cara guru menulis
laporan narasi tentang apa yang dilakukan oleh masing-masing peserta didik
selama melakukan tindakan. Dari laporan tersebut, guru dapat menentukan
seberapa baik peserta didik memenuhi standar yang ditetapkan.
- Skala penilaian (rating scale). Biasanya digunakan dengan menggunakan skala numerik
berikut predikatnya. Misalnya: 4 = baik sekali, 3 = baik, 2 = cukup, 1 =
kurang.
- Memori atau ingatan (memory approach). Digunakan oleh guru dengan cara mengamati peserta
didik ketika melakukan sesuatu, dengan tanpa membuat catatan. Guru menggunakan
informasi dari memorinya untuk menentukan apakah peserta didik sudah berhasil
atau belum. Cara seperti ini tetap ada manfaatnya, namun tidak cukup
dianjurkan.
- Rubrik:
alat pengukuran yang mempunyai skala atau point yang tetap dan jelas untuk
setiap criteria penilaian. Sangat disarankan untuk menggunakan rubrik yang
mempunyai 4 poin skala (1-4) sehingga pemberian skor nilai tengah dapat
dihindarkan