Penelitian Tindakan
atau Action Research mulai berkembang sejak perang dunia ke dua. Saat itu, Penelitian
TIndakan sedang berkembang dengan pesatnya di negara-negara maju seperti
Inggris, Amerika, Australia, dan Canada. Munculnya istilah Penelitian
Tindakan Kelas (Classroom Action Research) diawali dari adanya penelitian
tindakan itu sendiri atau action research. Pada awalnya penelitian tindakan
digunakan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi seseorang dalam tugasnya
sehari-hari dimanapun tempatnya, seperti kantor, pabrik, bank, sekolah, rumah
sakit, dan lain sebagainya. Penelitian Tindakan ini bersifat partisipatif
karena dilakukan sendiri oleh peneliti dari penentuan topik permasalahan,
merumuskan masalah, merencanakan, melaksanakan, sampai menganalisis dan membuat
laporannya. Selain bersifat partisipatif, penelitian tindakan juga bersifat
kolaboratif. Hal ini dikarenakan pada penelitian tindakan juga melibatkan rekan
kerja dalam proses penelitiannya.
A.
Sejarah Perkembangan Penelitian Tindakan
Kelas (PTK)
Munculnya istilah Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) ini, dikarenakan untuk membedakan penelitian yang digunakan dalam
dunia pendidikan dengan penelitian tindakan pada bidang lainnya. Penambahan
kata kelas pada penelitian tindakan kelas ini, juga untuk mengarahkan pada
pemecahan permasalahan dengan penerapan langsung di kelas. Kelas di sini tidak
hanya berarti di ruang kelas, melainkan di manapun tempat guru tersebut
mengadakan proses pembelajaran baik itu di laboratiorium, tempat praktek, atau
proses pembelajaran di luar kelas.
Lahirnya rancangan penelitian tindakan kelas dapat ditelusuri
dari awal penelitian dalam ilmu pendidikan yang diinspirasi melalui pendekatan
ilmiah yang diadvokasi oleh filsuf John
Dewey (1910) dalam bukunya How We Think dan The Source of a
Science of Education.
Awal mulanya, Action Research dikembangkan
oleh seorang psikologi bernama Kurt Lewin dengan tujuan untuk
mencari penyelesaian terhadap problem sosial, seperti pengangguran atau
kenakalan remaja yang berkembang di masyarakat pada waktu itu. Action
Research diawali oleh suatu kajian terhadap suatu problem secara
sistematis. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pertama kali dikenalkan oleh Kurt
Lewin. Pada waktu itu, PTK dipakai untuk mendeskripsikan penelitian yang
merupakan perpaduan antara pendekatan eksperimental dalam bidang ilmu social
dengan program tindakan social untuk menanggapi masalah social. Penelitian
tindakan pertama kali dikembangakan oleh Kurt Lewin seorang Jerman pada tahun
1940-an. Ia seorang ahli psikologi social dan eksperimental. Ia adalah seorang
yang peduli terhadap masalah-masalah social dan memfokuskannya pada proses kelompok
partisipatif untuk menangani konflik, krisis, dan perubahan-perubahan yang
umumnya ada dalam suatu organisasi. Lewin pertama kali mengemukakan istilah
action research (penelitian tindakan) pada makalah-makalah yang ditulisnya pada
tahun 1946, yang antara lain berjudul Action Research and Minority Problems,
dan Characterizing action research as “a Comparative Research un the Condition
and Effect of Various Forms of social action and Research Leading to social
Action”.
Dalam proses perkembangan selanjutnya, pada
tahun 1952-1953, Stephen Corey
memakai model ini untuk tindakan dalam dunia pendidikan yang menurutnya bahwa
dengan menggunakan PTK perubahan dapat dilaksanakan dan dirasakan. Dalam PTK,
guru, supervisor, orang tua, dan pejabat administrator dapat terlibat dan dapat
juga merasakan perubahan yang terjadi pada anak didik.
Setelah itu tercatat ada beberapa proyek
yang terkait dengan PTK diantaranya, Council’s Humanities Curriculum Project
(HCP) pada tahun 1967-1972 di Inggris. Kepala HCP, Lawrence Steen House (1975) memperkenalkan istilah “the teacher
as researcher” atau guru sebagai peneliti.
Sekitar tahun 1972-1975, ada proyek yang
dinamakan Ford Teaching Project, yang dipimpin oleh John Elliot dan Clem Adelman (Hopkins, 1993 : 32). Ada 40 guru
Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah yang dilibatkan dalam penelitian ini untuk
menelaah praktek kelasnya dengan penelitian tindakan, sebagai upaya memperbaiki
dan meningkatkan pengejaran mereka. Dari sinilah muncul istilah penelitian
tindakan kelas. Pada tahun 1976 didirikan suatu jaringan penelitian tindakan
kelas yang dinamakan classroom action research, yang berpusat di
Cambridge Institute.
Selanjutnya pada tahun 1980-an guru-guru di
proyek John Elliot memusatkan
kegiatan pada “adanya kesenjangan antara mengajar untuk pemahaman dan mengajar
untuk kebutuhan”. Sejak saat itu, banyak perhatian ditujukan pada PTK, karena
semakin tingginya kesadaran guru akan manfaat PTK.
Pada awal tahun 1980, di Amerika, muncul
suatu keinginan untuk mewujudkan kolaborasi dalam upaya mengembangkan
profesionalisme antara pendidik dan tenaga kependidikan. Gideonse (1983)
mengemukakan bahwa restorasi terhadap pendekatan penelitian perlu diadakan
sehingga penelitian yang dilakukan merupakan investigasi yang terkendali
terhadap berbagai fase pendidikan dan pembelajaran dengan cara refleksi dan
sistematis. Upaya kaloborasi ini dikenal sebagai tindakan atau Action
research.
Selanjutnya Stephen Kemmis memikirkan bagaimana konsep Penelitian Tindakan ini diterapkan
pada bidang pendidikan (Kemmis,1982). Berpusat pada Deakin University di
Australia, Kemmis dan kolegannya telah menghasilkan suatu seri publikasi dan
materi pelajaran tentang Penelitian Tindakan, Pengembangan Kurikulum, dan
Evaluasi. Selanjutnya, artikel mereka mengenai Penelitian Tindakan bermanfaat
untuk pengembangan penelitian Tindakan dalam bidang pendidikan.
Dalam ilmu sosial, Kurt levin (dalam McTaggart, 1993) memahami antara hubungan antara
teori dan praktik sebagai aplikasi dari hasil penelitian. Menurut Levin
kekuatan dari penelitian tindakan terletak pada fokus penelitian, yaitu
masalah-masalah sosial poitik.
B.
Perkembangan Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) di Indonesia
Sebenarnya PTK sudah dilaksanakan oleh guru
sejak ada proses pembelajaran secara klasikal, meskipun tidak disadari oleh
guru. Pada saat itu sudah dilakukan upaya perbaikan proses pembelajaran di
kelas, namun pada saat itu belum dinamakan PTK. Sejak ada proses pembelajaran,
praktis PTK sudah ada, hanya saja belum ada laporan secara tertulis tentang
upaya perbaikan pembelajaran di dalam kelas.
Sampai
dewasa ini keberadaan PTK sebagai
salah satu jenis penelitian masih sering menjadikan pro dan kontra, terutama
jika dikaitkan dengan bobot keilmiahannya. Di dalam bidang pendidikan penelitian ini dapat dilakukan
pada skala makro ataupun mikro. Dalam skala mikro misalnya dilakukan di dalam
kelas pada waktu berlangsungnya suatu kegiatan belajar-mengajar untuk suatu
pokok bahasan tertentu pada suatu mata kuliah. Untuk lebih detailnya berikut
ini akan dikemukan mengenai hakikat PTK.
Di Indonesia PTK masih
dapat dikatakan relatif muda, karena selama ini model penelitian di kelas
berupa penelitian kuantitatif. Paradigma lama beranggapan bahwa kelas hanya
merupakan lapangan tempat uji coba teori, tempat menyebarkan angket penelitian
tanpa ada usaha melibatkan guru sebagai tim peneliti, padahal guru merupakan
kunci keberhasilan metode pembelajaran yang hendak diujicobakan. Dengan
munculnya PTK diharapkan akan menghapus paradigma seperti itu. Gurulah yang
lebih tahu permasalahan yang ada dikelasnya, yang pada gilirannya guru jugalah
yang berperan mencari solusinya. PTK saat ini merupakan sarana yang paling
ampuh dalam mencari solusi terhadap permasalahan dalam pembelajaran yang
dialami guru.
Pada tahun 1994-1995
proyek PGSD memprogramkan penelitian kebijakan dan penelitian tindakan dengan
topic ke-SD-an. Namun pada waktu itu belum ditekankan pada penelitian tindakan
kelas, karena PTK masih merupakan “hal baru”. Kemudian pada tahun 1996-1997,
proyek penelitian guru SD memprogramkan penelitian tindakan kelas bagi
dosen-dosen PGSD di seluruh Indonesia, bekerja sama dengan guru-guru SD. Sejak
saat itu, penelitian tindakan kelas mulai berkembang sebagai suatu penelitian
kolaboratif di dalam kelas sebagai upaya perbaikan dan peningkatan kualitas
pembelajaran.
Saat ini, PTK sangat
populer dalam masyarakat apalagi yang menyangkut tentang
pendidikan dan pembelajaran. Sebagai sebuah penelitian terapan, PTK
dimanfaatkan oleh guru dalam meningkatkan dua hal yang sangat fundamental
yaitu, proses pelaksanaan pendidikan dan hasil yang didapat yang nantinya
menjadi penentu kualitas pendidikan tersebut yang notabene orientasinya tak
lain adalah siswa.
Dengan dilaksanakannya
PTK, berarti guru juga berkedudukan sebagai peneliti, yang senantiasa bersedia
meningkatkan kualitas kemampuan mengajarnya. Upaya peningkatan kualitas
tersebut diharapkan dilakukan secara sistematis, realities, dan rasional, yang
disertai dengan meneliti semua aksinya di depan kelas sehingga gurulah yang
tahu persis kekurangan-kekurangan dan kelebihannya. Apabila di dalam
pelaksanaan “aksi” nya masih terdapat kekurangan, dia akan bersedia mengadakan
perubahan sehingga di dalam kelas yang menjadi tanggungjawabnya tidak terjadi
permasalahan.