Selasa, 03 Desember 2013

Analisis Wacana dan Pengajaran Bahasa

               Disamping istilah analisis wacana sering pula dipakai istilah studi wacana (“the Study of Discourse”) yang sering diartikan lebih sempit, yakni studi tentang kalimat-kalimat yang berkaitan dan dihasilkan oleh seorang pembicara. Dalam hal ini, dibedakan antara “discourse” dan “Talk-exchange” (yang di dalamnya termasuk komporsesion). Surat, lelucon, cerita, kuliah, khotbah dan pidato dimasukkannya dalam discourse, tetapi argumentasi (adu argument), wawancara, perundingan bisnis silang teratur dimasukkan dalam talk-exchange.
Analisis wacana masih dalam proses mencari bentuk dalam usaha menempatkan diri dalam kedudukan sebagai salah satu disiplin yang memiliki sistematika, metode, dan objek yang jelas.



A.     Konsep Tentang Bahasa dalam Analisis Wacana
1)      Bahasa Selalu Terjadi dalam Kontek
Penelitian yang dilakukan oleh para ahli sosiolinguistik dan psikolinguistik telah menghasilkan rincian berbagai konteks sebagai titik tolak terjadinya bahasa dan cara menerjemahkannya. Ada konteks kultural, konteks sosial dan konteks kognitif. Konteks kultural adalah sekaitan dengan kesamaan arti dan pandangan tentang dunia. Konteks sosial adalah yang berkenaan tentang identifikasi diri seseorang yang dikaitkan dengan orang yang lain yang menciptakan aturan dan cara mengerti situasi dan tingkah laku. Konteks kognitif adalah tempat mengaitkan pernyataan dan pengalaman lampau dan pengetahuan. Mengerti bagaimana bahasa digunakan dan bagaimana disusun, sedikit banyaknya dipengaruhi oleh pandangan tentang bagaimana bahasa itu dikaitkan dengan berbagai konteks tersebut.
2)      Bahasa Adalah Konteks yang Sensitif
Arti sensitif yang dimaksud di sini bukan hanya berarti peka atau mudah dipengaruhi, melainkan juga berarti bahwa dapat dicatat dan diukur. Bukan saja bahasa selalu berlangsung dalam konteks, melainkan pola-polanya adalah sensitif terhadap karakteristik konteks tersebut, baik dalam hal bentuk dan fungsi maupun dalam tingkat-tingkatnya (struktur dalam dan struktur permukaan). Analisis dari berbagai sudut pandang telah mencatat hubungan yang sistematik antara bahasa dan konteks yang tersebar ke berbagai tingkat bahasa. Lihat, misalnya analisis sosiolinguistik yang berfokus pada pengamatan adanya pengaruh pembatas-pembatas yang ada dalam kawasan budaya, sosial, psikologi, dan tekstual terhadap variasi fonologi, morfologi dan sintaksis.
3)      Bahasa Selalu Komunikatif
Bahasa selalu ditujukan atau diarahkan kepada seorang yang diharapkan menerima pesan, kecuali ujaran yang dikeluarkan oleh seorang yang sedang tidur/dalam keadaan mimpi atau orang yang sakit ingatan. Selanjutnya, penerima pesan dapat berupa penerimaan nyata (aktual) maupun penerima yang dimaksudkan (intended). Tuturan yang keluar dari mulut dua orang yang terlibat saling tutur (baik langsung maupun melalui telepon atau surat), orang yang member kuliah, orang yang berpidato mempunyai penerima nyata. Tuturan yang dihasilkan oleh seseorang di luar peristiwa bahasa seperti itu misalnya tulisan disurat kabar, pengumuman atau iklan, serta sebuah kata yang tertempel di pinggir jalan raya “awas!” memiliki penerima juga, tetapi bukan penerima yang nyata melainkan penerima yang dimaksudkan, pembaca surat kabar, untuk pengumuman atau iklan adalah orang yang terkena pesan dalam pengumuman atau iklan itu; sedangkan kata “awas” di jalan raya mempunyai penerima dimaksudkan yang terdiri atas orang-orang berkendara motor atau mobil yang terbiasa dengan kecepatan tinggi.
4)      Bahasa dirancang Untuk Komunikasi
Bahasa dirancang untuk tujuan komunikasi dibuktikan oleh kenyataan bahwa berbagai ciri bahasa dirancang  dan  berubah dari waktu ke waktu lain dan bervariasi dari satu tempat ke tempat lain untuk memudahkan komunikasi. Terdapat beberapa ciri bahasa yang dirancang guna kemudahan saling pengertian seperti bentuk-bentuk hiperkorek dan bentuk mubazir lainnya. Bentuk-bentuk sapa salah satu cirri yang mementingkan pendengar dengan tujuan mencapai kemudahan dalam komunikasi. Keperluan komunikasi menyebabkan timbulnya berbagai struktur kalimat: deklaratif, interatif, interogatif. Karena itu, terdapat anggapan yang menyatakan bahwa tidak sedikit hal-hal dalam struktur bahasa yang hanya dapat dijelaskan jika dilihat perkembangannya dalam memenuhi fungsi komunikatifnya dalam interaksi langsung.
B.  Analisis Wacana dan Cara Pemeriannya
Identifikasi karakteristik wacana adalah salah satu aspek pemerian bahasa dalam analisis wacana. Terdapat tiga hal yang merupakan karakteristik wacana menurut Schriffin (1987) yakni: wacana membangun struktur, menyampaikan arti, dan melaksanakan tindakan.
1)   Wacana Membentuk Struktur
Harris yang mula-mula mengembangkan metode Linguistik structural dalam wacana. Ia mengajukan pendapat bahwa struktural teks terbentuk karena pola-pola kemunculan berulang dari morfem-morfem yang terlepas, baik dari artinya maupun dari faktor-faktor non-tekstual. Penelitian actual yang melihat wacana seolah-olah sebagai gramatika mendasarkan gramatika wacana pada gramatika kalimat model TGT. Mereka percaya bahwa tata bahasa teks dapat ditulis dengan bentuk yang sama dengan TGT.
Penelitian lain tentang wacana adalah yang menggunakan pendekatan etnometodologik yakni penelitian yang berfokus bukan satuan Linguistik semata-mata melainkan juga pada penggunaan bahasa, pada kaidah tutur: cara seorang penutur mengaitkan tuturnya dengan suasana, bentuk pesan dengan latar dan aktivitas tertentu. Cara kerja seperti ini biasa disebut “ethnography of speaking”. Khusus dalam penelitian tentang dialog mereka menggunakan konsep pasangan dekat (“adjacency pair”), yakni pasangan sambung tutur yang mempunyai batasan-batasan linear, kemunculan bahagian pertamanya menyediakan tempat (slot) sedemikian rupa bagi kemunculan bahagian kedua sehingga keabsenan bahagian kedua tadi terdengar sebagai hal yang janggal. Contohnya adalah pasangan Tanya-jawab dan pasangan usul-tanggap.
2)      Wacana Menyampaikan Arti
Dalam uraian di atas terlihat bahwa beberapa peneliti menerapkan analisis kalimat dalam wacana; sementara itu, pendapat bahwa hanya satuan Linguistik (morfem, klausa, kalimat) saja yang merupakan unsure dasar wacana ada yang menerimanya dan ada pula yang menolaknya. Sebahagian lagi berpendirian bahwa teks berbeda sedemikian rupa jenisnya dengan satuan Linguistik sehingga metode yang dipakai dalam menganalisis sesuatu tersebut tidak bisa diharapkan berguna untuk menganalisis wacana. Timbul pendapat bahwa meskipun struktur dapat merupakan satu sumber penjelasan sebuah teks, yakni sumber penjelasan bahwa jenis (klasifikasi) tertentu teks sama dengan kalimat; sumber penjelasan lebih kuat lagi adalah pada tingkat hubungan semantic yang mendasari teks. Jadi, satuan-satuan seperti pronoum, adverbial dan konjungasi sebagai unsur pembentuk wacana bukan karena distribusinya yang tunduk pada suatu aturan melainkan karena unsur-unsur itu menunjukkan hubungan interprelatif antara dua bahagia dalam teks.
3)      Wacana Melaksanakan Tindakan
Kalau kita memandang wacana sebagai organisasi maksud dan tujuan  pembicara yang diterima dan dilaksanakan oleh pendengar dan diperhatikan dari cara bahasa digunakan dalam memenuhi maksud tadi, maka tindakan atau lebih tepat dikatakan pelaksana tindakan merupakan karakteristiknya yang utama.
C.     Analisis Wacana dan Belajar Bahasa
Wacana mendapat dukungan penting dalam pengajaran bahasa pada akhir-akhir ini. Hal ini sejalan dengan berkembangnya pendekatan komunikatif. Pemberian penekanan terhadap kompetensi komunikatif membawa hasil berupa kecenderungan para ahli lebih mencurahkan perhatian kepada hakikat interaksi verbal dan kaidah-kaidah wacana. Belajar bahasa pada saat sebelumnya berpusat pada belajar cirri-ciri formal bahasa dan guru-guru bahasa berusaha menegmbangkan keterampilan bicara dengan mengulang-ulangkan kalimat yang benar kepada siswa. Apa hasilnya? Sebahagian besar orang dewasa merasa kecewa atau hasil yang dicapai karena menurut mereka siswa yang telah mengikuti program (yang telah tamat) kurang kesanggupan berinteraksi verbal atau kesanggupan saling tutur (conversational arbility).
Pernyataan yang barangkali muncul adalah “apakah silang tutur tidak mendapat perhatian dalam pengajaran bahasa sebelumnya? Pengajaran bahasa sebelumnya bukan tidak memperhatikan silang tutur. Silang tutur diberikan tetapi dalam rangka pengenalan struktur bahasa sebelumnya barangkali guru melatihkan silang tutur sebagai berikut:
G  :  Apa ini, Anak-anak?
A  :  (itu) pinsil.
G  :  Di mana pinsil itu?
A  :  Pinsil itu terletak di atas meja.
Jelas bahwa pernyataan dalam kelas yang diajukan oleh guru kepada murid seperti diatas hanya sekedar meminta murid menyebut nama: pinsil, meja atau benda-benda lainnya. Dengan demikian, orang lalu menganggap bahwa pertanyaan guru dan jawaban siswa dalam model pelajaran bahasa sebelumnya adalah menyangkut aspek formal bahasa yakni kosakata dan gramatika; keterampilan yang dibina melalui pertanyaan-jawaban seperti itu adalah keterampilan gramatikal bukan keterampilan silang tutur.
Hal pertama dan kedua sudah tidak asing dalam pengajaran bahasa. Hal ketiga merupakan hal baru dan menarik perhatian pada penggunaan bahasa dan linguistik terapan. Orang yang tertarik pada pengguna bahasa dan sekaligus menganjurkan agar memperoleh perhatian dalam pengajaran bahasa memiliki beberapa rasional sebagai berikut.
1)      Orang yang mengatakan bahwa siswa yang telah menguasai sistem struktur bahasa telah memadai untuk menggunakan bahasa secara baik dianggap salah.
2)      Pendapat yang mengatakan bahwa siswa yang telah mengetahui hal tentang signifikasi setiap kata dan struktur sudah tidak perlu belajar tentang penggunaan bahasa juga merupakan pendapat yang keliru.
3)      Argumentasi ketiga adalah bahwa aturan penggunaan tidak sama untuk setiap bahasa.
Orang Indonesia yang tinggal dalam masyarakat penutur bahasa Inggris perlu berhati-hati dalam menyatakan rasa peduli kepada sesame orang terutama jika bertemu di jalanan, yakni tidak menyapa sesuai dengan konvensi yang terdapat dalam bahasa ibunya dengan menyapa “where are you going to” cara ini pernah ditempuh dan merupakan analogi yang dibawa dari bahasa Indonesia dan merupakan kebiasaan dengan bertanya “hendak ke mana?” Sebagai teguran basa-basi sekedar tanda pernyataan rasa peduli kepada seseorang yang ditemui dijalan.
Dalam masyarakat Sulawei Selatan terdapat konvensi yang berlaku sampai sekarang yang menggambarkan salah satu kaidah penggunaan bahasa. Orang dari satu kampung yang berkunjung ke kampung lain atau tamu, jika ia mengunjungi rumah seorang penduduk perlu berhati-hati menyatakan keheranan atau kekaguman terhadap benda atau barang milik tuan rumah karena hal semacam itu dapat diterjemahkan sebagai permintaan yang sukar ditolak oleh tuan rumah apalagi jika tamu tersebut memiliki kedudukan yang terhormat.
D.     Wacana dalam Pengajaran Bahasa
Dalam bab 6 telah dikemukakan tentang kompetensi komunikatif yang unsur-unsurnya dikelompokkan oleh Savignon dalam empat bagian, yakni 1) kompetensi gramatika, 2) kompetensi sosiolinguistik, 3) komponen startegis, 4) kompetensi wacana. Kramsch (1981) mengemukakan pula pendapatnya tentang hal yang sama tetapi menurut ahli ini unsur-unsurnya hanya tiga kelompok, yakni; 1) kompetensi gramatika, yang segi pentingnya adalah untuk dipahami oleh orang lain (tindak lokusi), 2) kompetensi pragmatik (tindak lokusi) dan 3) kompetensi diskursif atau interaktif (tindak silang tutur).
Terdapat tiga strategi yang menjadi  tiang penegak suatu silang tutur yakni; 1) sambung bicara  (turn taking), 2) ingsut  (move), dan 3) topik. Sambung bicara merupakan strategi yang paling besar dasar yang menggariskan banwa tidak boleh terdapat lebih dari satu orang yang berbicara pada satu saat. Pembicara memiliki berbagai cara untuk mengatur pembicara berikutnya; biasanya pembicara menyebutkan sesuatu atau menunjukkan atau mungkin tidak menyebutkan atau menunjukkan melainkan mempersempit saja ruang lingkupnya diantara peserta yang ada dengan mengajukan pertanyaan. Ada juga pembicara yang membiarkan sedemikian rupa sehingga kesempatan terbuka bagi siapa saja atau mengharapkan sukarelawan.
Silang tutur, menurut hasil penelitian, merupakan kombinasi atau gabungan ingsut yang terdiri atas empat macam. Yakni 1) rangkaian (“chaining”), 2) selipan (“insertion sequence”), 3) sampingan (“side sequence”), dan 4) paduan (“tying”).
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentarnya dulu sebelum ditutup ya