Dalam menangani tugasnya, guru-guru
sering menghadapi permasalahan dengan kegiatan-kegiatan di dalam
kelasnva. Permasalahan ini meliputi dua jenis juga, yaitu yang menyangkut pengajaran dan yang menyangkut pengelolaan kelas. Guru-guru harus mampu
membedakan kedua permasalahan itu dan menemukan pemecahannya secara tepat.
Amat sering terjadi guru-guru menangani masalah yang bersifat pengajaran
dengan pemecahan yang bersifat pengelolaan,
dan sebaliknya. Misalnya, seorang guru berusaha membuat
penyajian pelajaran lebih menarik agar siswa yang sering tidak masuk menjadi lebih
tertarik untuk menehadiri pelajaran itu. padahal siswa tersebut tidak senang
berada di kelas itu karena dia merasa
tidak diterima oleh kawan-kawannya.
Pemecahan seperti ini
tentu saja tidak tepat. “membuat pelajaran lebih menarik" adalah
permasalahan pengajaran, sedangkan "diterima atau tidak
diterima oleh kawan" adalah permasalahan pengelolaan.
Masalah pengajaran harus ditangani dengan pemecahan yang bersifat pengajaran,
dan masalah pengelolaan harus ditangani dengan pemecahan yang bersifat pengelolaan.
Untuk dapat
menangani masalah-masalah pengelolaan kelas
secara efektif guru harus mampu :
- Mengenali secara tepat berbagai jenis masalah pengelolaan kelas baik yang bersifat perorangan maupun kelompok.
- Memahami pendekatan mana yang cocok dan tidak cocok untuk jenis masalah tertentu.
- Memilih dan menetapkan pendekatan yang paling tepat untuk memecahkan masalah yang dimaksud.
Ada dua jenis
masalah pengelolaan kelas. yaitu yang bersifat perorangan dan yang bersifat
kelompok. Disadari bahwa masalah perorangan dan masalah kelompok sering kali menyatu
dan amat sukar dipisahkan yang satu dari yang lain. Namun demikian, pembedaan
antara kedua jenis masalah itu akan bermanfaat, terutama apabila guru ingin mengenali dan menangani
permasalahan yang ada dalam kelas yang menjadi tanggung jawabnya.
Masalah Perorangan (Masalah Individual)
Penggolongan masalah
perorangan ini didasarkan atas anggapan dasar bahwa tingkah
laku manusia itu mengarah pada pencapaian suatu
tujuan. Setiap
individu memiliki kebutuhan dasar untuk memiliki dan untuk merasa
dirinya berguna. Jika seorang individu gagal mengembangkan rasa memiliki dan
rasa dirinya berharga maka dia akan bertingkah laku
menyimpang. Ada empat jenis penyimpangan tingkah laku, Yaitu tingkah laku menarik perhatian orang lain, mencari kekuasaan, menuntut balas, dan memperlihatkan
ketidakmampuan. Keempat tingkah laku ini diurutkan makin
lama makin berat. Misalnya, seorang
anak yang gagal menarik perhatian orang lain boleh jadi menjadi anak yang mengejar kekuasaan.
Seorang siswa
yang gagal menemukan kedudukan dirinya secara wajar dalam suasana hubungan sosial
yang saling menerima biasanya (secara aktif ataupun pasif) bertingkah laku
mencari perhatian orang lain. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang
aktif dapat
dijumpai pada anak-anak yang suka pamer,
melawak (memperolokkan), membikin onar, memperlihatkan kenakalan, terus-menerus
bertanya, tukang rewel. Tingkah laku
destruktif pencari perhatian yang pasif dapat dijumpai pada anak-anak malas atau anak-anak yang terus menerus meminta
bantuan orang lain.
Tingkah laku mencari kekuasaan
sama dengan pencari perhatian yang destruktif, tetapi
lebih mendalam. Pencari kekuasaan yang pasif, tampak pada anak-anak yang amat menonjolkan
kemalasannya sehingga tidak melakukan apa-apa sama sekali. Anak-anak seperti
ini amat pelupa, keras kepala, dan secara pasif memperlihatkan
ketidak patuhan.
Siswa yang menuntut balas mengalami frustrasi yang amat dalam dan tidak menyadari
bahwa dia sebenarnya mencari sukses dengan jalan menyakiti orang lain. Keganasan,
penyerangan secara fisik (mencakar, menggigit, menendang) terhadap sesama siswa,
petugas atau penguasa, ataupun terhadap binatang sering dilakukan anak-anak ini.
Anak-anak seperti ini akan merasa sakit kalau dikalahkan, dan mereka bukan pemain-pemain
yang baik (misalnya dalam pertandingan). Anak-anak yang suka menuntut
balas ini biasanya lebih suka bertindak secara aktif daripada pasif. Anak-anak
Penuntut balas yang aktif sering
dikenal sebagai anak-anak yang ganas dan kejam, sedang yang pasif dikenal
sebagai anak-anak pencemberut dan tidak patuh
(suka menentang).
Siswa yang
memperlihatkan ketidak mampuan pada dasarnya merasa amat tidak mampu berusaha mencari sesuatu yang dikehendakinya
(yaitu rasa memiliki) dan bersikap menyerah terhadap tantangan yang menghadangnya;
bahkan siswa ini menganggap bahwa yang ada di hadapannya hanyalah kegagalan
yang terus menerus. Perasaan tanpa harapan dan tidak tertolong lagi ini biasanya
diikuti dengan tingkah laku mengundurkan atau memencilkan diri. Sikap yang
memperlihatkan ketidakmampuan ini selalu berbentuk pasif.
Ada empat teknik sederhana untuk mengenali adanya masalah-masalah perorangan seperti diuraikan di atas pada diri para siswa
- Jika guru merasa terganggu (atau bosan) dengan tingkah laku seorang siswa, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari perhatian.
- Jika guru merasa terancam (atau merasa dikalahkan), hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari kekuasaan.
- Jika guru merasa amat disakiti, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah menuntut balas.
- Jika guru merasa tidak mampu menolong lagi hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah ketidakmampuan . Ditekankan, guru hendaknya benar-benar mampu mengenali dan memahami secara tepat arah tingkah laku siswa-siswa yang dimaksud (apakah tingkah laku siswa itu mengarah ke mencari perhatian, mencari kekuasaan, menuntut balas, atau memperlihatkan ketidak-mampuan) agar guru itu mampu menangani masalah siswa secara tepat pula.
Masalah Kelompok
Dikenal adanya tujuh masalah kelompok dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas:
(1) Kekurang-kompakan,
(2) Kekurang-mampuan mengikuti peraturan kelompok,
(3) Reaksi negatif terhadap
sesama anggota kelompok,
(4) Penerimaan kelas
(kelompok) atas tingkah laku yang menyimpang.
(5) Kegiatan anggota atau kelompok yang menyimpang dari
ketentuan yang telah ditetapkan, berhenti melakukan kegiatan, atau hanya
meniru-niru kegiatan orang (anggota) lainnya saja,
(6) Ketiadaan semangat, tidak mau bekerja, dan tingkah
laku agresif atau protes,
(7) Ketidak-mampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan
lingkungan.
- Kekurang-kompakan kelompok ditandai dengan adanya kekurang-cocokan (konflik) di antara para anggota kelompok. Konflik antara siswa-siswa dari kelompok yang berjenis kelamin atau bersuku berbeda termasuk ke dalam kategori kekurang-kompakan ini. Dapat dibayangkan bahwa kelas yang siswa-siswa tidak kompak akan beriklim tidak sehat yang diwarnai oleh adanya konflik, ketegangan, dan kekerasan. Siswa-siswa di kelas seperti ini akan merasa tidak senang dengan kelompok kelasnya sehingga mereka tidak merasa, tertarik dengan kelas yang mereka duduki itu. Para siswa tidak saling bantu membantu.
- Jika suasana kelas menunjukkan bahwa siswa-siswa tidak mematuhi aturan-aturan kelas yang telah ditetapkan, maka masalah yang kedua muncul, yaitu kekurang-mampuan mengikuti peraturan kelompok. Contoh-Contoh masalah ini ialah berisik; bertingkah laku mengganggu padahal pada waktu itu semua siswa diminta tenang; berbicara keras-keras atau mengganggu kawan padahal waktu itu semua siswa diminta tenang bekerja di tempat duduknya masing-masing; dorong-mendorong atau menyela waktu antri di kafetaria, dan lain-lain.
- Reaksi negatif terhadap anggota kelompok terjadi apabila ekspresi yang bersifat kasar dilontarkan terhadap anggota kelompok yang tidak diterima oleh kelompok itu, anggota kelompok yang menyimpang dari aturan kelompok, atau anggota kelompok yang menghambat kegiatan kelompok. Anggota kelompok dianggap "menyimpang" ini kemudian "dipaksa" oleh kelompok itu untuk mengikuti kemauan kelompok.
- Penerimaan kelompok (kelas) atas tingkahlaku yang menyimpang terjadi apabila kelompok itu mendorong timbulnya dan mendukung anggota kelompok yang bertingkah laku menyimpang dari norma-norma sosial pada umumnya. Contoh yang amat umum ialah perbuatan memperolok-olokan (memperlawakkan), misalnya membuat gambar-gambar yang "lucu" tentang guru. Jika hal ini terjadi maka masalah kelompok dan masalah perorangan telah berkembang, dan masalah kelompok kelihatannya lebih perlu mendapat perhatian.
- Masalah kelompok anak timbul bila kelompok itu mudah terganggu dalam kelancaran kegiatannya. Dalam hal ini kelompok itu mereaksi secara berlebihan terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak berarti atau bahkan memanfaatkan hal kecil untuk mengganggu kelancaran kegiatan kelompok itu. Contoh yang sering terjadi ialah para siswa menolak untuk melakukan karena mereka beranggapan guru tidak adil. Jika hal ini terjadi, maka suasana diwarnai oleh ketidaktentuan dan kekhawatiran.
- Masalah kelompok yang paling rumit ialah apabila kelompok itu melakukan protes dan tidak mau melakukan kegiatan, baik hal itu dinyatakan secara terbuka maupun terselubung. Permintaan penjelasan yang terus menerus tentang sesuatu tugas, kehilangan pensil, lupa mengerjakan tugas rumah atau tugas itu tertinggal di rumah, tidak dapat mengerjakan tugas karena gangguan keadaan tertentu, dan lain-lain, merupakan contoh-contoh protes atau keengganan bekerja. Pada umumnya protes dan keengganan seperti itu disampaikan secara terselubung dan penyampaian secara terbuka biasanya jarang terjadi.
- Ketidak-mampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan terjadi apabila kelompok (kelas) mereaksi secara tidak wajar terhadap peraturan baru atau perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok, perubahan peraturan. pengertian keanggotaan kelompok, perubahan jadwal kegiatan, pergantian guru, dan lain-lain. Apabila hal itu terjadi sebenarnya para siswa (anggota kelompok) sedang mereaksi terhadap suatu ketegangan tertentu; mereka menganggap perubahan yang terjadi itu sebagai ancaman terhadap keutuhan kelompok. Contoh yang paling sering terjadi ialah tingkah laku yang tidak sedap para siswa terhadap guru pengganti, padahal biasanya kelas itu adalah kelas yang baik.